Setiap kali saya diberi kesempatan untuk sharing tentang bisnis di depan teman-teman mahasiswa, saya selalu wanti-wanti satu hal: saya akan mulai dari hal yang paling mendasar dan itu pasti tidak menarik. Tapi karena ini paling penting, saya harus sampaikan meskipun sesungguhnya saya tak ingin dan audiens tidak tertarik.
Saya bicara tentang pondasi, landasan, dasar-dasar sebelum membangun bisnis.
Gedung STIE Kerjasama setelah gempa 2006, sepintas bangunan terlihat utuh tapi lantai turun satu tingkat sehingga untuk perbaikan akhirnya diruntuhin semua karena harus membangun ulang pondasinya (sumber: http://img116.imageshack.us/i/gempa1minimedium0zx.jpg/)
Ini kan kalau direfleksikan dalam bisnis praksis: tidak men-support gerakan bisnis yang cepet untungnya. Audiens jadi gak sabar karena yang mereka inginkan sesungguhnya Tips & Tricks agar bisa berbisnis dengan mudah, cepat dan untungnya banyak. Tiga kata itulah definisi sukses yang umum kita pahami: bisnisnya mudah dikelola, cepat tumbuhnya dan depositonya miliaran bahkan trilyunan hasil dari keuntungan.
Saya siapkan hati untuk mengecewakan audiens karena tanpa pemahaman yang bener tentang pondasi, maka bisnis sesukses apapun akan runtuh tak berbekas saat ujian pertama hadir. Misalnya dulu saat krismon 1998, berapa puluh bank tutup, berapa ratus perusahaan gulung tikar sesarung-sarungnya, berapa yang akhirnya harus menanggung utang jutaan dollar, direkturnya bunuh diri, dan kepahitan-kepahitan bisnis serupa itu.
Mari kita bercermin saat terjadi gempa dahsyat di jogja, 27 Mei 2006. Sehari sebelumnya, begitu banyak bangunan yang terlihat kokoh, megah, bertingkat-tingkat. Saat bencana tiba-tiba mengguncang bumi, rubuhlah sebagian besar bangunan itu. Yang tersisa hanyalah sebagian kecilnya. Ada dua sebabnya: karena tidak dilewati akar gerakan gempa dan jika dilewati dan tetap berdiri tentu karena bangunan itu pondasinya kuat luar biasa.
Pondasi, semua tukang bangunan dan arsitek tahu betapa pentingnya. Padahal jika tanah digali dan batu-batu gunung, semen, pasir, besi baja dan beton mulai ditanam di dalamnya, di permukaan tidak terlihat apa-apa. Padahal biaya sudah keluar sangat besar tapi rasanya hanya menutup lubang tanah belaka. Artinya: karena pondasi itu paling penting dan harus kuat maka biayanya (dana dan waktu pembuatan) pun besar dan jika pondasi itu sudah selesai tak ada yang terlihat di atas tanah.
Pondasi tak bisa dibanggakan saat sedang dibikin. Bentuk dan desain bangunan lah yang dipuji orang, dikagumi, difoto-foto untuk majalah Griya dan iklan perumahan. Pernah lihat perumahan yang memamerkan pondasinya bukan rumahnya? Rasanya saya kok belum pernah ketemu developer senekad itu.
Tapi jika gempa datang dan bangunan itu masih berdiri tegak dan kokoh, barulah ramai orang memuji kekuatan pondasinya, memuji kepintaran arsitek dan pembangunnya. Mengapa? Karena bangunan tetangganya rubuh semua, barulah pondasi dihargai selayaknya.
Bisnispun begitu. Saat peluang bisnis terbuka lebar, ramai-ramai orang masuk memanfaatkan kesempatan yang terbuka lebar. Ramai-ramai orang menangguk keuntungan instant, membuka pinjaman besar ke bank untuk pengembangan, buka cabang-cabang, buka divisi-divisi baru, euphoria beginian selalu berulang. Lalu tibalah hukum alamnya, bisnis akan menghadapi ujian pertama sebelum layak jadi besar, ingat beberapa tahun lalu ada booming di bisnis berbasis internet (dotcom) dan ribuan trilyun modal itupun hangus karena belum ketemu mekanisme bisnisnya.
Saat memulai bisnis, mengatur nafas itu penting. Pertama kali saya bersama temen-temen memulai Petakumpet, seorang pengusaha memberi saran: cobalah dikuatin pondasinya dulu. Cari ilmu dulu banyak-banyak, cari untung itu gampang setelah paham prosesnya. Nanti jika telah melewati lima tahun, itu perusahaan baru ketahuan kekuatannya.
Saya waktu itu berfikir: lama banget 5 tahun, itu kan kalau bisnisnya pake ilmu kuno (pengusaha itu umurnya 50an tahun), kalo pake ilmu bisnis modern pasti bisa lebih cepat. Setahun paling lama dua tahun pasti bisa berpondasi kuat dan segera untung. Dan mulailah usaha, untung pun segera ngumpul. Buka divisi baru namanya Blank! Magazine dan tepat di tahun ketiga Petakumpet berdiri, divisi baru itu bangkrut dan harus ditutup. Ruginya 140 juta dan limbunglah tunas yang baru mekar-mekarnya. Dalam episode terakhir saat saya menutup pintu kantor Blank! setelah pembagian gaji terakhir dan pesangon, saran pengusaha teman saya yang mulanya saya anggap jadoel itupun teringat kembali.
Pondasi itu lima tahun, bukan tiga tahun. Saya baru ngeh dan percaya. Tapi ongkosnya? 140 juta!!!
Beberapa saat lalu disinyalir lebih dari 80% bisnis franchise yang sedang marak, tutup dalam dua tahun. Padahal tak cuma di bisnis itu aja, semua bisnis menjalani hukum alam yang sama. Masih segar dalam ingatan saat bisnis tanaman booming, adenium, anthurium, jemani dan semacamnya menyentuh penjualan sampai puluhan bahkan ratusan juta satu potnya. Bahkan ada yang harganya dihitung dari jumlah daunnya! Lalu sekarang, tumbanglah juga para pedagang dan pembibit yang musiman. Juga di bisnis perbankan, advertising, property, eksportir, komputer, semua ada seleksi alamnya masing-masing.
OK, materi saya tentang pondasi mungkin sudah membuat Anda tak sabar. Ini mana tipsnya Mas? Ini mana yang ajaib-ajaibnya?
Saya ingatkan, tanpa pondasi yang kuat tak ada itu namanya keajaiban menjual sekeping DVD seharga 188 juta rupiah, menjual 4 lembar konsep storyboard seharga 1,7 milyar rupiah. Harus kuat pondasinya dulu, harus ada kesabaran dan keikhlasan yang berdarah-darah (biar kuat mentalnya saya pake kata ini) untuk mencapainya. Petakumpet dapat PO (Production Order) bernilai miliaran itu setelah 9 tahun berjalan, bukan tiba-tiba saat salaman pendirian PT.
Salah satu pondasi yang dipakai misalnya berasal dari sebuah kutipan Tibor Kalman 'If you believe in your ideas, money will follow. If you pursue money you should fail'. Sederhana, singkat, terlihat mudah tapi implementasinya luar biasa sulit!
Saat hampir semua biro desain grafis di Jogja nyari untung dengan mengambil margin dari biaya cetak, Petakumpet nekad pasang tarif untuk biaya desain saja, tanpa cetak. Cetak dihitung lain lagi. Maka geger lah dunia per-klien-an: Mas, mana ada desain yang bayar, di Jogja semua gratis!" Maka pergilah satu demi satu klien yang tak sudi membayar desainer-desainer Petakumpet yang kurus-kurus kurang makan waktu itu. Cash flow pun mulai seret, seringkali timbul diskusi brutal antara marketing yang ingin terima klien sebanyak-banyaknya apapun pekerjaannya, anak-anak kreatif yang idealis dan manajemen yang kukuh bertahan dengan pondasi aneh itu.
Hanya beberapa yang bertahan, mereka yang tahu betul apa manfaat kreatifitas dan konsep desain. Klien-klien inilah yang ingin maju dan tidak mau terima desain kelas dua. Mereka paham betul tentang value, tentang potensi bisnis, tentang kekuatan merk. Kombinasi keyakinan yang nekad dan klien-klien berhati mulia inilah yang akhirnya membawa Petakumpet ke level berikutnya, dianggap sebagai 'biro desain yang harganya mahal.' Sebutan yang jika tak sabar, akan mengundang bencana. Tapi ya sudah, kaki sudah nyemplung sebelah nyebur aja seluruh badan. Makin banyak klien kabur, tapi klien yang bertahan dan klien baru yang masuk budget-nya pun makin besar karena bisnis mereka berkembang. Agar sah dianggap biro desain serius, award pun mulai dikumpulin sampai 89 jumlahnya sekarang. Ini garansi tentang kualitas yang dikejar, harga akan mengikuti.
Singkatnya, kesediaan untuk menahan lapar mempertahankan prinsip dan keyakinan itulah semen pondasi yang terkuat. Kesediaan untuk tersenyum melihat teman-teman terlihat lebih sukses bisnisnya di awal (rumah baru, mobil baru, gedung kantor baru) sementara kita masih gelantungan di bis kota dan diasapi mobilnya lantaran naik motor di belakangnya memperjuangkan pondasi. Kesediaan untuk tidak buru-buru ingin terlihat sukses kalau memang belum waktunya sukses.
Ilmu tentang pondasi ini ilmu yang mahal tapi sangat mungkin dijauhi orang karena tidak menarik. Ini ilmu yang membedakan generasi muda instant dan generasi yang sungguh-sungguh berjuang. Ini ilmu yang membuat bisnis Anda built to last, termasuk 10% yang bertahan saat 90% lainnya ambruk loyo dihajar jaman yang berubah. Wajib buat saya menyampaikannya, sunnah buat Anda sekalian meneruskannya setelah membaca tulisan ini.
Lho Mas, baru ngobrolin pondasi udah panjang begini? Materi yang lain gak cukup waktunya dong? Tipsnya mana? Saran-sarannya buat audiens biar bisa sukses sebelum umur 30 tahun? Yang cespleng dan gak rumit-rumit?
Ijinkan saya pamit dulu, PR saya buat temen-temen mahasiswa: mulailah bikin pondasi bisnis sekuat mungkin, sesegera mungkin. Bab berikutnya akan saya lanjutkan 5 tahun lagi dari sekarang.
Saya juga mau belajar lagi, belajar sabar dan tahu diri. Yang jelas pelajaran yang ini lebih lama waktunya, bahkan bisa seumur hidup.
Udah dulu ya, makasih udah membaca blog ini. Selamat berjuang!
0 comments:
Posting Komentar