Footer 1

2007/10/05

Menyusun Mozaik Kebangkitan Iklan Indonesia

The future belongs to those who believe in their beautiful dreams
- F. D. Roosevelt -

Pada tahun 2010, sebuah agency lokal dari Indonesia terpilih sebagai Agency of The Year di Asia Pacific Adfest. Secara keseluruhan, agency-agency dari Indonesia jika digabungkan perolehan awardnya paling banyak dibanding tetangganya: Thailand, Jepang, Singapura, Malaysia dan Negara-negara lainnya. Oya, jangan lupa bahwa anak-anak muda kita kembali meraih The Best di Young Lotus Award, mengulang prestasi tahun sebelumnya. Dan di tahun 2010, senior-senior periklanan Indonesia akhirnya berhasil mengikuti jejak yuniornya dan meraih yang terbaik di AP Adfest.

Ahh, semoga Anda tidak kecewa jika saya memulai tulisan ini dengan bermimpi, yang mungkin akan dianggap terlalu mengada-ada. Lagipula, saya belum pernah sekalipun hadir di perhelatan AP Adfest sehingga makin absurd-lah mimpi yang saya tuliskan. Tapi karena mimpi masih gratis, jadi saya tak perlu bayar mahal untuk bermimpi yang tinggi-tinggi.

Yang saya tahu banyak di antara kita yang sangat berharap bisa dapat award di AP Adfest, Cannes Lions, New York Festival atau festival iklan internasional lainnya. Nyatanya, beberapa sudah mulai bawa pulang awardnya. Tapi mimpi ini harus dilanjutkan, beranilah menjadi yang terbaik di semua kategori: jadilah Agency of The Year di ajang kompetisi award tersebut.

Ok, setelah melanglang buana ke langit saya akan mengajak Anda sekalian menjejakkan kaki lagi di bumi. Jika tujuan sudah ditetapkan, sekarang kita cari tahu bagimana cara mencapainya. Apa yang sekarang kita punya dan apa yang kita perlu lakukan segera.

Mimpi Ini Bukan Hanya Tanggung Jawab Jakarta

Dari pelajaran yang didapatkan dari festival iklan internasional, mayoritas iklan award winning adalah hasil kolaborasi yang intens antara agency dan kliennya, sehingga dari sisi kreativitas, agency memiliki ruang yang cukup untuk bereksplorasi. Sementara klien di sisi lainnya sangat mempercayai bahkan memberikan dukungan sepenuhnya.

Industri ini terus bergulir dan tarik menarik kepentingan di dalamnya begitu kuat: dari agency, klien, media, media specialist bahkan pemerintah. Kepentingan masing-masing pihak untuk mendapatkan manfaat terbesar dari sebuah proses kampanye periklanan jarang menghasilkan kesepakatan terbaik: sehingga mayoritas output iklan yang dinikmati masyarakat lebih banyak berisi pengumuman, saran untuk segera membeli atau undian berhadiah sebagai cara instant untuk meningkatkan penjualan.

Tapi inipun OK, sejauh memang aspek jangka panjang dari industri periklanan ini juga menjadi bahan pertimbangan agar industri ini bisa berkembang dan makin besar kontribusinya bagi masyarakat luas. Bukannya makin berkurang revenue-nya dan punah karena kesalahan dalam sistem pengelolaannya.

Inilah yang saya maksudkan bahwa Jakarta tak bisa dibiarkan sendirian memanggul beban untuk mewakili wajah dunia periklanan Indonesia di mata internasional. Teman-teman kreatif di agency Jakarta bekerja begitu berat, selalu kelelahan di ujung hari saat melangkah pulang kantor, dihajar begitu banyak pitching, berperang dengan waktu untuk menghasilkan suatu kampanye promosi yang begitu complicated. Jangankan menghasilkan output yang layak tanding di award competition, bikin scam ad pun mungkin sudah tak punya waktu dan energi lagi.

Dengan kompetisi yang begitu berat dan margin keuntungan yang main tipis karena banyak agency tak bervisi panjang ke depan, saya khawatir industri ini terus menurun keuntungan ekonomisnya dan tidak menarik minat investasi lagi. Meskipun saya masih meyakini, industri ini secara fundamental masih sangat prospektif ke depannya.

Menengok Potensi di Luar Jakarta

Saya ingin mengajak Anda untuk melihat alternatif lainnya, keluar sebentar dari rutinitas dan keruwetan sehari-hari. Bagaimana jika kita bisa mengembangkan sentra kreatif (SDM, pembelajaran, pengerjaan) di luar Jakarta. Pertimbangannya: daily live-nya tidak seberat Jakarta, living cost lebih rendah, tuntutan bisnis belum begitu berat, sehingga masih cukup waktu untuk merenung, brainstorm dan bereksplorasi dalam eksekusi kreatifnya. Dan dengan mulai rutinnya kegiatan pengmbangan kreativitas iklan, saat ini tersedia lebih dari cukup mahasiswa calon SDM kreatif yang handal, yang saipa bersaing dengan senior-seniornya.

Pinasthika, Jawa Pos Adfest, Layang Kancana, ADOI Award dan Citra Pariwara adalah modal yang kita miliki sebagai ajang seleksi alam atas karya-karya iklan terbaik dari seluruh Indonesia. Tentu dengan karakteristik dan benchmark yang kontekstual di wilayah kompetisinya masing-masing. Dari output pemenang yang didapatkan pun, terbukti bahwa teman-teman agency dari Jogja, Solo, Surabaya, Bandung dan kota-kota lainnya mampu memberikan perlawanan yang manis terhadap kolega-koleganya dari Jakarta. Bahkan di Pinasthika, mayoritas pemenang berasal dari luar Jakarta. Bohlam Advertising, sebuah agency yang lahir di kampus Atmajaya Yogyakarta berhasil meraih The Best TV Ad. di Pinasthika 2007, mengalahkan semua agency lokal di Indonesia. Bayangkan!

PPPI sebagai induk advertising agency, tentu diperlukan perannya yang sangat signifikan dalam proses penataannya sehingga semua award competition di negeri ini terintegrasi dengan tujuan bersama untuk bertarung di kompetisi internasional yang lebih tinggi, demi Indonesia. PPPI bisa menatanya sedemikian rupa sehingga masing-masing award competition ini bisa saling melengkapi dan membawa manfaat sebesar-besarnya buat industri dan agency. Misalnya dari sisi jadual pelaksanaan, jenis entry, pilihan juri dan sebagainya, seperti mozaik yang kemilau karena ditata dengan sangat pas.

Waktunya Berubah

Mungkin agak naïf di jaman kompetisi bisnis begini brutal, saya masih bicara membawa nama Indonesia untuk menangin International Award. Biarlah para pakar periklanan lainnya yang akan membahas sisi bisnis kreatifnya. Tapi saya hanya ingin setia dengan apa yang menjadi alasan utama saat kita semua terjun di bisnis kreatif: mengapa kita memilih advertising sebagai core business, bukannya bidang lainnya.

Karena industri yang jualannya ide ini seharusnya mampu mengaktualisasikan diri dan kreativitas kita sepenuhnya, sehingga setiap jam kerja kita bisa dinikmati dan membahagiakan. Sehingga kita tak lagi lelah di ujung hari, bermimpi buruk dalam tidur yang pendek dan tergesa-gesa menyambut pagi untuk didera kesibukan bikin iklan yang makin membuat kita lelah hari demi hari.

Kita harus mulai berbenah. Mulai menghargai diri dan waktu kita, demi kelangsungan dan pengembangan industri ini ke depannya. Saya berharap kita bisa memulai upaya ini dari diri kita masing-masing meskipun dari yang kecil-kecil dulu dan jangan ditunda lagi.

Saya yakin Indonesia bisa unggul tidak hanya di Asia Pasifik, tapi juga di dunia. Dan kita bisa menikmati prosesnya dengan riang hati. Dan saya juga yakin, apa yang akan terjadi tahun 2010 bukan hanya mimpi semata dimana orang-orang akan tertawa saat tidak menjadi kenyataan. Saya juga tahu saya tidak sendirian dengan mimpi ini, Andapun – dalam bentuk yang mungkin berbeda – berhak memimpikan pencapaian-pencapaian yang bahkan lebih baik.

Saya menyelesaikan tulisan ini menjelang pagi yang cerah saat angin dingin sepoi menemani. Tepat di depan saya gunung Merapi yang megah menyapa ramah. Di sebelah kanan semburat sinar matahari kemerahan yang lembut menerpa. Di bawah, hamparan sawah hijau diselimuti embun luas membentang, menyegarkan hati dan jiwa. Di Jogja, juga di kota-kota lain dimana kesibukan belum mengambil alih hidup kita: kemewahan sederhana ini masih mungkin kita nikmati sambil kreatif berkarya. Anda di Jakarta pun berhak menikmatinya.

Persoalannya, berani berubah tidak?



Notes: tulisan ini dimuat di Majalah Cakram Terbaru Edisi Oktober 2007, beberapa diedit oleh Redaksi dan memang lebih pas. Tapi di sini saya posting versi aslinya, sebelum diedit. Ada sedikit perbedaan, silakan temukan yang mananya.

0 comments: