Wacana tentang hari kemerdekaan biasanya berkutat pada pertanyaan: emang sih kita udah merdeka dari penjajahan fisik selama 62 tahun? Tapi apa benar kita emang udah merdeka hari ini? Bukankah penjajahan hanya berubah bentuk: menjadi hegemoni merk-merk internasional, ketakutan pada Amerika, kalah bersaing dengan Cina dan India? Ahhh, sedaaappp...
Kata Emha, kita ini bangsa yang hobinya cengengesan dan tidak serius merawat nilai-nilai. Jadinya nasib enggan berubah, ya dari situ ke situ aja. Hebohnya aja udah kayak pindahan dari bumi ke mars: meski realitasnya tidak beranjak sejengkalpun dari titik awal bergerak.
Bener lho: saya coba bercermin pada diri saya sendiri. Bakat cengengesan itu saya lihat asyik ngendon tak mau pergi. Begitu banyak saya coba lakukan tapi rasanya saya tak kemana-mana. Nowhere. Sampai hari inipun, 17 Agustus 2007: saya habiskan waktu saya buat bengong dan coba memikirkan hidup yang saya jalani ini dengan lebih serius.
Saya berdoa nasib temen-temen semua lebih baik daripada saya dalam hal kemerdekaan diri. Toh membuat sebuah bangsa merdeka dalam arti sesungguhnya, hanya bisa dicapai jika secara individu anak-anak bangsanyapun mampu berfikir merdeka. Ini bukan pekerjaan mudah, meskipun saya yakin pasti sangat menantang.
Jadi, sebelum ngobrol panjang lebar tentang kemerdekaan, ijinkan saya memerdekakan diri saya dulu. Setelah proses perang kemerdekaan internal ini selesai, saya tidak akan sungkan untuk nulis yang lebih gagah lagi tentang Indonesia.
2007/08/17
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar