Bukan mengapanya. Bukan Palestina atau Israelnya. Bukan Bush atau Obama-nya. Bukan manusia, malaikat atau setannya. Tapi hari ini ratusan korban telah jatuh di Palestina, juga di sebagian wilayah Israel: karena sebab yang kita semua sudah tahu lama.
Israel menunjukkan lagi tanduk mautnya, setelah capek menyamar jadi manusia yang seolah-olah manusiawi. Dan korban pun berjatuhan, tak berdaya melawan maut di ujung rudal. Hari ini dan hari-hari selanjutnya sudah tak penting untuk mencari tahu mengapa tragedi pembantaian umat manusia ini harus kembali hadir di 2009, jaman dimana katanya manusia telah mencapai tahap modernitas dan spiritual yang tinggi. Logika tak berarti, nurani telah mati.
Seorang anak berumur 3 tahun yang terluka parah terkena pecahan rudal tak pernah tahu apa salahnya sehingga menerima penderitaan ini. Seorang ibu yang anak-anaknya terkubur reruntuhan tak pernah sekalipun melempar batu ke para tentara Israel. Dokter yang menolong pasien dengan keberanian luar biasa pun bisa meninggal dengan tubuh terpecah belah karena rudal menghantam rumah sakit.
Anak-anak manusia bisa lahir wilayah Palestina, pun di wilayah Israel. Terlahir sebagai bangsa Palestina bukan kutukan, hadir di dunia sebagai bangsa Israel pun (alias Yahudi) juga bukan dosa. Tapi merudal rakyat sipil, pasar dan rumah sakit itu Dajjal. Menghujani bayi-bayi dengan serpihan bom itu Dajjal. Dan Dajjal modern saat ini sedang berpesta di tengah gugurnya ratusan syuhada, di sana, di Palestina.
Saya memang tidak ikut berdemo. Saya memang tidak ikut-ikutan mengecam Israel di jalan-jalan. Saya memang tidak ikut-ikutan melempari foto Bush yang sebentar lagi lengser dengan sepatu kets. Saya memang tidak mendaftarkan diri jihad ke FPI.
Saya memilih merenungkan mengapa begitu banyak manusia - seperti kita - yang lebih mencintai ambisi, kekuasaan, hawa nafsu, ketimbang kehidupan. Saya berusaha mengeja perlambang Tuhan atas peristiwa berdarah ini. Pesan apa yang hendak dibisikkan-Nya. Saya memilih menulis di blog ini dan membawa cermin buram untuk kita semua bercermin. Saya mengumpulkan beberapa nomer rekening bank yang membuka sumbangan Palestina, siapa tahu Anda ingin berbagi meringankan beban derita saudara-saudara kita di sana.
Saya bahkan punya pikiran sinting: amarah dan kebiadapan Israel tak seharusnya dibalas dengan dendam dan pembunuhan yang lain.
Apa jadinya jika kebiadapan itu dibalas dengan cinta kasih? Apa jadinya jika rudal yang akan ditembakkan dihadang manusia-manusia ramah membawa bunga mawar di tangannya dengan penuh pengharapan atas kedamaian? Bagaimana jika kekejaman dibalas dengan pemaafan yang tulus?
Apakah membalas kejahatan dengan kebaikan itu dosa dan tidak ada dalam tuntunan Islam kita?
Benar bahwa Nabi Muhammad 80 kali berperang dalam hidupnya memimpin umat menegakkan agama Tuhan. Tapi Islam - dalam keyakinan saya - tetaplah menjunjung tinggi Rahmatan lil 'Alamien. Singkirkanlah semua senjata, dan mari berdoa mohonkan pertolongan Allah untuk umat-Nya. Allah tidak akan membiarkan Israel menghancurkan Palestina, karena dulu pun Ia tak membiarkan pasukan Abrahah dengan gajah-gajahnya menghancurkan Mekkah saat para penduduk Mekah pasrah karena secara kekuatan sungguh tak imbang.
Mungkin ini berlebihan. Tapi Mahatma Gandhi mengusir Inggris tanpa senjata: dan bisa. Supaya jelas mana yang baik, mana yang jahat. Supaya dosa tak makin bertambah. Supaya rakyat Israel - yang masih punya hati - ikut menentang tindakan dzalim pemerintah dan militernya.
Dan buat kita semua disini yang menyaksikan tangis dan darah itu di layar kaca: inilah ladang amal yang mengundang kita semua untuk berperan. Sumbangkan yang kita punya, sedekahkan harta terbaik kita, jadilah relawan kemanusiaan (bukan jihad untuk berperang), terus suarakan hati nurani dan kemanusiaan, kirimkan jutaan Al Fatihah yang akan menemani Saudara-saudara kita yang sedang bertahan dalam ketakutan.
Mari kita musuhi nafsu jahat yang ada di hati orang-orang Israel, bukan manusianya. Mari kita musuhi otak kriminal George Bush dan petinggi militer Amerika, bukan manusianya. Mari kita tegur teman-teman Hamas yang meroket rakyat sipil Israel, bukan manusianya.
Karena sebagai sesama manusia, kita sama di hadapan Allah. Tak ada Palestina, tak ada Israel, tak ada Amerika, tak ada Indonesia. Manusia ya hanya manusia, makhluk-Nya. Dan sebagai makhluk-Nya kita selayaknya mencintai sesama dan menyayangi anugerah-Nya yang bernama kehidupan. Apapun alasannya, perang harus dihentikan. Agar sesama hamba Tuhan tidak saling menghancurkan, agar sesama hamba Tuhan tidak diperbudak Dajjal.
Berikut beberapa nomer rekening untuk bantuan sumbangan korban di Palestina:
- KOMITE INDEPENDEN untuk SOLIDARITAS PALESTINA ( KISNA )
BCA KCP Pungkur, No. Rek. : 2791172031 an. Mohamad Isnaeni & BMI Cab. Bandung, No. Rek. : 101.08229.22 an. Supriyono. - Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) Bank Central Asia (BCA) Cab. Jatinegara Barat, No. Rek. 7600325099 a.n. Komisi Nasional untuk Rakyat Palestina
- KOMITE INDONESIA UNTUK SOLIDARITAS PALESTINA (KISPA)
Bank Muammalat Indonesia (BMI) no rek 311.01856.22 an Nurdin QQ KISPA - YAYASAN PORTALINFAQ (KODE LEMBAGA: PORTAL)
Bank Syariah Mandiri (BSM) Cab. Warung Buncit No.Rek.0030035790 an Yayasan Portalinfaq, Bank Central Asia (BCA) Cab. Arteri Pondok Indah No.Rek.291-300-5244 an Yayasan Portalinfaq - AKSI CEPAT TANGGAP (KODE LEMBAGA: ACT)
Bank Mandiri (BM) No. Rek. 1280004555808 an Aksi Cepat Tanggap
Bank Muamalat Indonesia (BMI) No. Rek. 3040022915 an Aksi Cepat Tanggap
BCA No. 676.030.2021 an Aksi Cepat Tanggap - DOMPET DHUAFA REPUBLIKA (KODE LEMBAGA: DDR)
Bank Nasional Indonesia Syariah (BNIS) No. Rek. 009.153.9002 an Dompet Dhuafa Republika, Bank Mandiri (BM) No. Rek. 101.00.81050.633 an Dompet Dhuafa Republika - LEMBAGA KEMANUSIAAN NASIONAL PKPU (KODE LEMBAGA: PKPU)
Bank Negara Indonesia (BNI) Tebet No. Rek. 117.85.951 (Rekening Dollar - SWIFT CODE = BNI NI DJA TEB) an Yayasan PKPU, Bank Central Asia (BCA) Soepomo No. Rek. 600.034.7777 an Yayasan PKPU, Bank Negara Indonesia (BNI) Tebet No. Rek. 117.85.917 an Yayasan PKPU
(Image pinjam dari berbagai sumber)
0 comments:
Posting Komentar