Rasio kita (alias akal) sangat terbatas kemampuannya. Tapi seringkali kita menyerahkan keputusan-keputusan penting hidup kita pada kekuatannya yang terbatas itu. Logika akal sering disebut logika bumi, yang mendasarkan mekanismenya pada hukum 'ilmu pengetahuan alam' yang terlihat, teraba, terdengar oleh panca indera kita. Jadi ketika segala sesuatu telah kita pikirkan, laksanakan sesuai logika tapi hasilnya gak logis: streslah kita! Misalnya, menerbangkan pesawat untuk membuat hujan tapi hujan tak turun-turun. Rugilah puluhan juta. Tapi saat mendatangkan pawang hujan yang bayarnya 200 ribu rupiah, hujan deras tak terbendung membasahi sawah ladang kita.
Jadi ada baiknya kita mengenal logika langit, logika yang tak hanya mengandalkan kekuatan akal kita yang terbatas. Logika yang mengajak serta kemahakuasaan Tuhan atas hukum alam yang tak terlihat, seperti energi yang mengatur matahari, bumi dan bulan tetap berotasi pada porosnya. Jadi memang akal kita bukan satu-satunya alat untuk mencerna semesta.
Satu lagi yang terpenting adalah iman. Saat akal tak menjangkau, iman menyelamatkan kita dari stres. Saat logika diputar balik, iman menjernihkan. Iman juga memampukan kita untuk terus berjalan saat akal memberitahukan kita untuk berhenti dan menyerah kalah. Kombinasi antara logika bumi dan logika langit akan menjadi kunci untuk memenangkan pertarungan pada diri sendiri dalam mengarungi kehidupan fana ini.
Jika kita memenangkan ruh sejati atas dunia, maka dunia dengan perangkat akalnya akan tunduk mengikuti keinginan kita, dengan ijin kuasa-Nya. Saat itulah kehidupan sesungguhnya dimulai, saat kita berfikir, bekerja, berbuat sebagai perpanjangan kehendak-Nya. Dan alam semesta akan mengantarkan kita mewujudkan impian terbesar kita.
2007/04/22
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar