TAWASSUL
Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed
Setelah kita mengetahui bahaya kesyirikan yang sangat besar di dunia dan akhirat,
kita perlu mengetahui secara rinci bentuk-bentuk kesyirikan yang banyak terjadi di
tengah-tengah masyarakat kita. Di antara bentuk-bentuk yang banyak terjadi pada
mereka adalah berdo'a dan meminta pada kuburan-kuburan yang dianggap keramat,
kepada orang-orang shalih yang telah mati atau kepada jin-jin dan malaikat-
malaikat. Banyak pula di antara mereka yang bertawassul (mengambil perantara)
dengan ruh atau kedudukan nabi dan bertawassul dengan kemuliaan para wali dan
orang-orang shalih (yang sudah mati).
Jika kita mencermati nash-nash dalam al-Qur'an maupun sunnah, maka akan kita
dapati pula hal demikian ini pada zaman jahiliyah dulu ketika Rasulullah diutus.
Kaum musyrikin di zaman jahiliyah dulu ataupun pada zaman kita ini selalu
beralasan bahwa mereka tidak menyembah sesembahan-sesembahan tadi
melainkan hanya sebagai taqarruban (mendekatkan diri) dan wasilah (perantara)
kepada Allah. Allah mengkisahkan jawaban mereka ketika diperingatkan dari
kesyirikan dalam firman-Nya:
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-
orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya" . Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar." (QS. Az-Zumar: 3)
Siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang meminta sesuatu kepada
selain Allah dimana mereka tidak mungkin akan dapat mengabulkannya sampai hari
kiamat. Mereka telah mati, telah terputus hubungannya dengan kita dan berbeda
alamnya. Bahkan Mereka di alam barzakh (alam kubur-red.) disibukkan dengan
urusannya sendiri.
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-
sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'a) nya sampai hari
kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka?" (QS. Al Ahqaaf: 5)
Mengapa tidak meminta secara langsung kepada yang Maha Mendengar dan
Maha Melihat?
"Dan Rabb-mu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku
akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Az-Zumar: 60)
Mereka yang dianggap oleh sebagian masyarakat dapat menyampaikan harapannya
kepada Allah, dalam keadaan sedang sibuk mendekatkan diri mereka sendiri kepada-
Nya, mengharapkan rahmat dari-Nya dan takut akan adzab-Nya. Dan mereka tidak
dapat mendengarkan do'a mereka. Bahkan jika mereka adalah orang-orang yang
shalih ketika hidup di dunia, tentu akan mengingkari kesyirikan ini pada hari kiamat
kelak.
"Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalaupun
mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan pada
hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat
memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (QS. Faathir: 14)
Maka yang akan terjadi pada hari kiamat adalah mereka saling salah-menyalahkan
sebagaimana dalam kelanjutan ayat dalam surat Al Ahqaaf di atas:
"Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan
itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka." (QS. Al
Ahqaaf: 6)
Untuk itu perlu kita bahas makna tawassul dan wasilah. Karena jika terjadi
kesalahan dalam masalah ini dapat menjerumuskan seseorang dalam kesyirikan
besar yang dapat menggugurkan seluruh amalannya.
Definisi tawassul
Tawassul berasal dari kata yaitu suatu sebab yang dapat menghantarkan pada
tercapainya tujuan. Wasilah juga mempunyai makna yang lain, yaitu kedudukan
dipakai untuk pengertian "kedudukan tinggi di surga".
Apabila kamu mendengar (ucapan) muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang
diucapkannya. Kemudian bershalawatlah kepadaku karena sesungguhnya orang
yang membaca satu shalawat kepadaku, maka Allah akan membalasnya sepuluh
kali. Kemudian mintalah kepada Allah untukku wasilah, karena ia adalah kedudukan
di surga yang tidak layak kecuali bagi seorang hamba di antara hamba-hamba Allah
dan aku berharap menjadi orang tersebut. Barangsiapa meminta untukku wasilah
tersebut ia berhak memperoleh syafaat. (HR. Imam Muslim).
Itulah makna wasilah secara bahasa.
Adapun makna wasilah menurut al-Qur'an adalah sebagaimana firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. " (QS.. Al Maidah: 35)
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah ketika mengutip penafsiran Ibnu Abbas, Mujahid,
Abu Wail, Al-Hasan, Abdullah bin Katsir, Asuddi, Ibnu Zaid dan lainnya- berkata
bahwa wasilah di dalam ayat ini (Al Maidah ayat 35) ialah peribadatan yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Beliau juga menukil perkataan Qatadah mengenai
ayat tersebut: "Mendekatkan kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan
amal yang membuat-Nya ridha".
Maka tawassul atau wasilah adalah mencari jalan kepada Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya dengan beribadah kepadanya dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-
Nya. Dengan demikian hendaklah orang yang berdo'a mengambil perantara agar
dikabulkan do'anya dengan perkara-perkara yang dicintai dan disukai oleh Allah,
yaitu yang diajarkan oleh Rasulullah. Bukan dengan kebid'ahan yang membuat Allah
benci, bukan pula dengan kesyirikan yang membuat Allah murka!
Tawassul yang Disyariatkan
Ada beberapa macam tawassul yang disyari'atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah,
yaitu:
1. Bertawassul dengan nama-nama Allah ta'ala, sifat-sifat- Nya dan
perbuatan-Nya
"Hanya milik Allah asmaaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaul husna itu …” (QS. Al Anfaal: 18)
Di antara tawassul dengan nama-nama Allah adalah ucapan Rasulullah:
Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu yang laki-laki dan anak hamba-Mu
yang perempuan. Ubun-ubunku ada di tangan-Mu. Hukum-Mu telah berlaku atasku.
Ketentuan-Mu telah adil bagiku. Aku memohon kepada-Mu, ya Allah, dengan semua
nama yang Engkau miliki yang Engkau namakan diri-Mu dengannya. Atau yang
Engkau turunkan dalam kitab-Mu. Atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang
dari hamba-Mu. Atau yang Engkau khususkan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.
Jadikanlah Al Qur'an Al Adhim sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang
kesedihan dan kegelisahanku. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Di antara tawassul dengan menyebutkan sifat-Nya adalah doa beliau:
Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari kejelekan yang aku
jumpai dan aku takuti. (HR. Muslim)
Dan di antara tawassul dengan perbuatan-perbuatan Allah adalah shalawat yang
diajarkan oleh Rasulullah yang dikenal dengan shalawat Ibrahimiyah yaitu:
Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana
Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya..
Kalimat "kama Shallaita" dalam hadits di atas yang artinya "sebagaimana Engkau
memberi shalawat" merupakan salah satu perbuatan Allah.
2. Bertawassul dengan keimanan kepada Allah dan rasul-Nya
"Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada
iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Rabb-mu", maka kami pun beriman. Ya
Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak
berbakti." (QS. Ali Imran: 193)
Dari ayat di atas disebutkan bahwa dengan sebab keimanan kami kepada rasul-Mu
maka ampunilah dosa kami. Maka jadilah iman ke-pada Allah dan rasul-Nya menjadi
wasilah atau sebab diampuni dosa-dosa.
3. Bertawassul dengan keadaan orang yang berdo'a.
Yaitu seorang yang berdo'a bertawassul dengan keadaannya, seperti pernyataan
seseorang ketika berdo'a:
Ya Allah,sesungguhnya aku ini faqir sangat membutuhkanmu. Ya Allah
sesungguhnya aku ini tawanan (budak) milikmu.
Adapun dalilnya adalah firman Allah:
"Ya Rabb-ku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku." (QS. Al Qashash: 24)
4. Bertawassul dengan do'anya orang yang mungkin dikabulkan doanya.
Adapun dalilnya adalah ketika seseorang yang meminta Rasulullah untuk berdo'a
kepada Allah agar diturunkan hujan, orang itu berkata: "Wahai Rasulullah, telah
binasa harta benda kami dan terputus jalan-jalan maka mohonkanlah kepada Allah
agar menurunkan hujan". Maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya, lalu
berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan." (HR.. Muslim)
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa syarat orang yang diminta untuk berdo'a
adalah:
1. Hadir atau dapat mendengar permintaan orang tersebut..
2. Masih hidup dan dapat melakukan do'a tersebut.
3. Hati harus tetap yakin bahwa Allah-lah yang akan menentukan segala
sesuatunya. Tidak ada kecenderungan hati kepada selain-Nya.
Adapun meminta dido'a-kan atau meminta disampaikan keinginannya kepada orang
yang telah mati atau kepada kuburan-kuburan, atau kepada orang yang tidak hadir
dan tidak mendengar walaupun masih hidup, maka yang demikian merupakan
kesyirikan yang nyata.
5. Bertawassul dengan amal shalih
Yakni menyebutkan dalam do'anya amal shalih yang pernah dikerjakannya. Hal itu
seperti yang ditunjukkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Umar, bahwa ada 3 orang laki-laki yang terkurung di dalam
gua. Kemudian mereka berdoa dengan menyebutkan amalan shalihnya masing-
masing agar dibukakan pintu gua tersebut dari batu yang menutupinya. Akhirnya
Allah mengabulkan doa mereka, dan mereka dapat keluar dari gua tersebut.
Demikianlah uraian ringkas tentang tawassul yang disyari'atkan dan peringatan
terhadap bentuk-bentuk tawassul yang dapat menjerumuskan kita dalam kesyirikan.
Semoga Allah senantiasa menjauhkan kita dari segala macam kesyirikan sehingga
akan selamatlah amalan-amalan kita. Amin.
Wallahu a'lam
Sumber : http://www.darussalaf.or.id/myprint.php?id=668
0 comments:
Posting Komentar