Suplemen Kader ILMIKI
Bismillahirrahmanirrahiim……..
Oleh ARIESTA MILANTI
Dirjen Kastrat ILMIKI periode 2005 – 2007 ( FIK UI 2003 )
Sebuah alur perkembangan yang alami ketika manusia belajar dengan mengenali hal yang konkret dan kemudian dilanjutkan dengan mengekstraksi hal abstrak. Tampaknya alur ini berjalan terbalik pada periode awal kehidupan kita sebagai perawat, setidaknya dalam masa pemberlakuan kurikulum akademik dan profesi terpisah. Kita harus terlebih dahulu lihai bergerak dalam “dunia di atas kertas”, dengan segala teori, kasus riil yang dijadikan fiktif dan perangkat akademik lainnya. Tanpa sadar, dalam organisasi nasional seperti ILMIKI pun kita masih banyak bermain di atas kertas dengan sejumlah kebijakan dan program internal ataupun kebijakan dan isu eksternal yang berusaha kita kelola. Walau bagaimanapun, inilah jembatan kita untuk menuju dunia yang sesungguhnya (the real nursing). Tempat kita belajar berpikir besar dan berkarya besar. Keperawatan yang maju akan menjadi niscaya jika pemikiran dan kerja besar perawatnya telah mulai tertuang sejak menjadi mahasiswa.
Reformasi Konstitusi
Salah satu pemikiran besar yang telah dihasilkan pada awal periode keempat ILMIKI adalah mengenai sistem kepemimpinan sekretaris-jenderal. Dalam ilmu politik, hal ini dikenal dengan sistem demokrasi konsosiesional. Ini merupakan moderasi dari sistem demokrasi sentripetal yang memiliki kultur politik homogen dengan sistem demokrasi sentrifugal yang memiliki kultur politik terfragmentasi. Sistem konsosiesional (dikenal juga dengan istilah “konsosional”) mempunyai konstituen yang bersifat heterogen sehingga terdapat heterogenitas budaya politik pula. Salah satu karakteristik sistem konsosiesional adalah pemimpin tidak mengatur secara mutlak institusi konstituennya dalam menyelenggarakan upaya bersama. Oleh karena itu, penyelenggaraan upaya bersama dalam organisasi konsosiesional bukanlah merupakan hasil “koalisi besar/grand coalition” melainkan suatu hasil partisipasi universal dari konstituen organisasi. Karakteristik penting lainnya dari sistem konsosiesional adalah adanya keterwakilan yang sama dari setiap konstituen organisasi. Equal representation (“paridad”) ini adalah suatu falsafah penting yang mendasari perubahan sistem kepemimpinan ILMIKI.
Sekarang mari kita pahami bersama bahasa manuskrip politik di atas dalam konteks ILMIKI. Tinjauan teoritis tersebut dapat menjadi salah satu landasan ilmiah reformasi konstitusi yang telah disepakati dalam Kongres IV ILMIKI lalu. Sekurang-kurangnya terdapat tiga butir penting yang harus dicermati terkait perubahan konstitusi dalam sistem kepemimpinan di ILMIKI.
ILMIKI berbentuk ikatan yang menghimpun lembaga kemahasiswaan S1 Keperawatan seluruh Indonesia (AD ILMIKI bab 1 pasal 4 ). Masing-masing lembaga mahasiswa anggota ILMIKI tentunya memiliki keragaman karakter baik yang menyangkut struktur, kultur, ketertarikan maupun potensi. Konsep kepemimpinan ketua akan menjadi terlalu sempit untuk merangkul entitas yang heterogen dan kompleks ini. Keragaman ini yang seharusnya dapat diakomodasi oleh keterwakilan yang setara dalam sistem konsosiesional.
Sistem konsosiesional bersifat partisipatif. Laju pergerakan ILMIKI merupakan hasil partisipasi dari kekuatan pluralistik yang dimiliki lembaga anggotanya. Oleh karena itu, harus diciptakan pula mekanisme yang jelas dalam mengatur partisipasi anggota. Kekuatan sentral ILMIKI ada dalam penyatuan kekuatan yang ada pada lembaga anggota.
Konsolidasi kekuatan anggota ILMIKI dalam suatu program bersama tidak dihasilkan melalui komando pimpinan, melainkan melalui koordinasi efektif. Komando bersifat mutlak, dan hal ini tidak berlaku dalam hubungan sekretaris-jenderal sebagai pimpinan dan institusi anggota organisasi. Lain halnya dengan koordinasi yang memungkinkan negosiasi atau kompromi sehingga ILMIKI maupun HIMA dapat saling mengakomodasi kebutuhan atau keinginannya.
Poin-poin formal dalam paragraf di atas dapat direfleksikan ke dalam sistem PBB untuk mempermudah penerjemahan ke dalam aktivitas kelembagaan ILMIKI. Terlepas dari misi promordial “pemerintahan satu bumi”-nya, PBB tetap menjadi acuan paling ideal untuk melihat berjalannya kinerja global untuk negara anggota dan masyarakat internasional. PBB dapat dijadikan analogi ILMIKI sementara negara anggotanya adalah HIMA.
PBB adalah analogi PHN ILMIKI.
Sebagai suatu organisasi bertaraf global, PBB memiliki cakupan struktur, mandat dan sarana aksi yang sangat luas dengan sekretaris-jenderal yang mengepalai koordinasinya. Untuk itu, PBB membuat sistem yang kerja organisasi yang disempurnakan secara berkelanjutan.Sistem ini harus mampu mengakomodasi kebutuhan negara-negara anggotanya baik pada tataran pedoman kebijakan yang bersifat normatif ataupun kebutuhan pengembangan yang sifatnya analitis dan operasional.
Contoh sederhananya dalam KLB flu burung di Indonesia yang dilaporkan oleh WHO residensi Indonesia. Sekjen bersama (Chief Executives Board) mengkoordinasikan jaringan SDM PBB di New York untuk menyusun pedoman dalam menghadapi situasi pandemik dan panduan kesiagaan. Panduan yang telah disusun di pusat ini kemudian didistribusikan ke negara anggota yang bersangkutan yaitu Indonesia. Selain itu, dibentuklah badan yang menangani masalah flu burung yang bekerja menyusun agenda penanganan flu burung global, menggalang komitmen politis penanggulangannya, meneliti tren perkembangan pandemi untuk mendukung advokasi dan pembentukan kebijakan di tingkat nasional, memonitor perkembangan kasus, melibatkan masyarakat sipil untuk menurunkan risiko penyebaran flu burung serta memobilisasi sumber daya untuk menangani pandemi.
Badan khusus yang sejenis dengan WHO dalam ILMIKI adalah Dirjen Kajian Strategis, Pendidikan dan Penelitian serta Sosial Masyarakat. Sedangkan Dirjen Keuangan, PSDM dan Infokom termasuk departemen yang ada dalam sekretariat (analogi PBB) karena berurusan dengan manajemen internal kelembagaan. Jika dirjen keuangan tidak hanya menggalang dana untuk ILMIKI tetapi juga menyediakan dukungan finansial bagi anggota barulah dapat diibaratkan sebagai International Monetary Fund(mungkin 20 tahun ke depan ada peluang untuk itu, who knows? Selama untuk kemaslahatan ummat.
Dalam kerangka organisasi konsosiesional, dirjen Kastrat serta Diklit merupakan jaringan kajian nasional hanya saja memiliki area isu yang berbeda. Kerja Kastrat lebih ditekankan pada advokasi kebijakan isu yang telah ditetapkan di Kongres yaitu legislasi keperawatan dan globalisasi perawat (mohon koreksi jika ada ketidaksesuaian). Sifat kerja utamanya adalah normatif/analisis. Kerja operasional dapat dilakukan sesuai perencanaan yang dibuat Dirjen, misalnya audiensi dengan Komisi IX DPR RI, sosialisasi kebijakan bagi mahasiswa, dll. Sementara Diklit memegang amanah substantif penataan lahan praktik serta standardisasi pendidikan keperawatan. Upaya yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mendorong “drafting and implementation” standar pendidikan, pada lapangan akademik dan klinik (atau langsung keduanya, jika kurikulum terintegrasi sudah diberlakukan). Selain itu, Diklit juga berperan sebagai semacam institut riset yang dapat memicu dan mempublikasikan riset mahasiswa keperawatan (bersama infokom). Badan khusus seperti Dirjen Sosma lebih menekankan pada kerja operasional yaitu mobilisasi sumber daya baik SDM, finansial maupun teknis sebagai respons terhadap bencana.
Koordinasi terhadap dirjen-dirjen tersebut dilakukan oleh Sekjen beserta wakilnya. Dirjen juga dapat berkoordinasi dengan badan sejenis di tingkat HIMA terutama terkait kerja operasional. Upaya yang sifatnya analisis juga dapat dimulai di tingkat HIMA dan diakumulasikan di tataran nasional oleh Dirjen. Untuk itu, koordinasi dan komunikasi dengan lembaga anggota dalam kesejajaran hierarki harus terus dijaga. Pengembangan profesi yang lebih terfokus yaitu dalam hal keilmuan keperawatan juga diharapkan dapat diinisiasi di ILMIKI.
Penjabaran di atas hanyalah telaah komparatif terhadap sistem organisasi yang lebih maju untuk mengimbangi perubahan yang dituntut dari ILMIKI. Sedangkan kemajuan yang nyata dihasilkan oleh ILMIKI akan tercapai melalui gerak yang cerdas. Untuk itulah, setelah kita mengintip langit-langit sistem konsosiesional global PBB sekarang yang harus dilakukan adalah menjejakkan kaki kembali ke bumi dan mengenakan jati diri mahasiswa. Dialog pemikiran tak pernah boleh berhenti. Pemikiran tak boleh berhenti hanya pada kertas atau udara. Saat bekerjalah yang paling membutuhkan semangat dan kekuatan, karenanya inilah yang sulit tapi bukannya tidak mungkin menjadi mudah jika hati terjaga ikhlas. FIGHT!!!
0 comments:
Posting Komentar