Hmm.. begitulah headline KR hari kemarin (10 Maret 2008) ketika menjelaskan mengapa beliau tidak bersedia dipilih lagi menjadi Gubernur DIY. Katanya agar pemerintah pusat mempercepat RUUK (Rencana Undang-undang Keistimewaan) DIY. Dan ya, boleh saja Pak Sultan merencanakan strategi seperti itu..
Ketika ribuan kepala desa unjuk rasa agar Gubernur Jogja ditetapkan dan bukan dipilih, ketika kalangan akademisi mulai melihat secercah cahaya demokrasi, ketika mahasiswa merasa Sultan mereka pro perubahan ke arah keterbukaan dan mulai melepaskan aspek feodalisme dalam tata pemerintahan, ketika beberapa balon Gubernur sudah mulai menabung dan kampanye diam-diam, ketika partai-partai sudah mulai mengelus-elus calon..
Eh, ternyata itu semua hanya manuver politik!
Jadi kita sebagai rakyat sebaiknya jangan gumunan, jangan buru-buru menuduh Si A demokratis, Si B otoriter. Si C korupsi, Si D pahlawan. Jangan deh, banyak kalkulasi rumit di sebuah pernyataan yang kita tak pahami asbabun nuzul-nya. Kita lihat baik-baik, telaah pelan-pelan dan jangan berharap terlalu banyak.. biar gak kaget, lalu kecewa. Biar gak teriak penuh kemenangan tapi sedih di akhir pertandingan.
Saya berdoa semoga Jogja hanya mendapatkan yang terbaik sebagai Daerah Istimewa.
Seperti apakah yang terbaik? Saya mengutip Sultan: jangan tanya ke saya, tanyaken saja ke rakyat Jogja keinginannya seperti apa. Ya, bercerminlah di hati nurani rakyat. Karena keinginan rakyat kita begitu sederhana.
Hanya pemimpin yang bisa bermanuver, tapi rakyat tidak. Pengertian manuver paling sederhana yang saya pahami adalah saat kita naik motor seolah-olah mau belok ke kiri dan lampu sign kiri sudah dinyalakan, ternyata beloknya malah ke kanan. Harapan saya kepada Sultan sebagai pemimpin alias sopirnya bis Jogja yang membawa rakyat ke masa depan: semoga tidak sering bermanuver, nanti penumpangnya kaget-kaget, khawatir, pusing-pusing...
(Image pinjem dari: http://www.presidenri.go.id/imageD.php/1758.jpg)
0 comments:
Posting Komentar