BERKURANGNYA PENDENGARAN & TULI
A. DefinisiBerkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Kekurangan pendengaran biasanya terjadi secara normal pada usia 20 tahun. Masalah kehilangan pendengaran biasanya datang secara berangsur-angsur dan sangat jarang terjadi dengan Tuli Total.
Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
B. PenyebabPenurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
1. Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif) / Conductive hearing loss (CHL)
a. Kelainan Pada Telinga Luar (penyumbatan, infeksi, cedera, tumor)
b. Kelainan Pada Telinga Tengah (penyumbatan, infeksi, cedera, tumor, Otosklerosis)
2. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural) / sensorineural hearing loss (SNHL)
Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam)
Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
1) Trauma akustik (suara yang sangat keras)
2) Infeksi virus pada telinga dalam
3) Obat-obatan tertentu
4) Penyakit Meniere.
b. Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
1) Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang otak
2) Tumor syaraf auditorius
3) Infeksi
4) Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
5) Beberapa penyakit keturunan.
Pada anak-anak, kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat:
1) Gondongan
2) Campak Jerman (rubella)
3) Meningitis
4) Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi akibat penyakit demielinasi (penyakit yang menyebabkan kerusakan pada selubung saraf).
3. Penderita yang mempunyai kedua bentuk kerusakan telinga diatas dinamakan Kerusakan pendengaran tercampur – mixed hearing loss
C. GEJALA
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:
Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
Tidak Dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
Pusing atau gangguan keseimbangan.
D. DIAGNOSA
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
a. penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
b. cairan di dalam telinga tengah
c. kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara. Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
a. Mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
b. Memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang lain
c. Menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang bermakna
d. Menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
E. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.
Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
1. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
a. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
b. Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
c. Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Kemampuan mendengar penderita
b. Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
c. Keterbatasan fisik
d. Keadaan medis
e. Penampilan
f. Harga.
2. Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
a. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
b. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
c. CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini. Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
d. BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
3. Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).
Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
4. Pencangkokan Koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.
Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.
2010/03/05
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar