A. ANATOMI KULIT
Kulit terdiri atas 3 lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Setiap lapisan menjadi lebih berdiferensiasi. Epidermis merupakan lapisan terluar, lapisan eksternal dari sel sel epitel ditingkat ini terutama terdiri atas keratinosit. Jaringan sub kutan atau hipodermis adalah lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang .
B. PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi, atau luka bakar kimiawi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan sub kutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas/ penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan / gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi.
C. AGEN PENYEBAB
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab cedera : termal (cedera terbakar, kontak dan kobaran api), listrik, kimia dan radiasi. Luas dan kedalaman luka bakar berhubungan dengan intensitas dan durasi dari pemajanan terhadap agen penyebab
1. Etiologi
a) Kontak dengan api
b) Kontak dengan air panas
c) Kontak dengan bahan listrik
d) Kontak dengan bahan kimia
e) Merokok
f) Ledakan dan faktor-faktor lain
2. Faktor resiko
a) Ibu rumah tangga yang memasak
b) Petugas pemadam kebakaran
c) Minum minuman yang panas/ zat kaustik misalnya asam
d) Menghisap asap dan udara yang panas akibat kebakaran gedung
e) Sengatan listrik/ kejutan listrik
f) Pada remaja/ dewasa yang merokok
g) Pekerja pertambangan
3. Faktor penyebab beratnya luka bakar :
a) Keluasan luka bakar
b) Kedalaman luka bakar
c) Umur pasien
d) Agen penyebab
e) Fraktur atau luka-luka lain yang menyertai
f) Penyakit yang dialami terdahulu, seperti : DM, Jantung, Ginjal, dll
g) Obesitas
h) Trauma Inhalasi
D. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Kedalaman Luka Bakar
Respons lokal terhadap luka bakar tergantung pada dalamnya kerusakan kulit. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
a). Luka bakar derajat satu
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari atau mengalami lepuh/bullae.
b). Luka bakar derajat dua
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka bakar tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
c). Luka bakar derajat tiga
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tesebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
2. Keparahan Luka Bakar
a). Luka bakar minor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15 % pada orang dewasa atau LPTT 10 % pada anak-anak atau cedera ketebalan penuh LPTT kurang 2 % yang tidak disertai komplikasi.
b). Luka bakar sedang tak terkomplikasi
Ketebalan parsial dengan LPTT dari 15 % sampai 25 % pada orang dewasa atau LPTT dari 10 % sampai 20 % pada anak-anak atau cedera ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10 % tanpa disertai komplikasi.
c). Cedera luka bakar mayor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih dari 25 % pada orang dewasa atau lebih dari 20 % pada anak-anak. Cedera ketebalan penuh dengan LPTT 10% atau lebih besar.
E. MANIFESTASI KLINIS DAN TEMUAN DIAGNOSTIK
1. Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi biasanya timbul dalam 24 sampai 48 jam pertama pasca luka bakar.
a). Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada dan warna kulit merah bertanda cheery hampir tidak pernah terlihat pada pasien luka bakar. Manifestasi Susunan Syaraf Pusat dari sakit kepala sampai koma hingga kematian.
b). Distress pernafasan
Penurunan oksigenasi arterial akibat rendahnya perfusi jaringan dan syok. Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan akumulasi lendir. Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu serak, ngiler dan ketidakmampuan menangani sekresi.
c). Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan pneumonitis kimiawi. Pohon pulmonal menjadi teriritasi dan edematosa pada 24 jam pertama. Edema pulmonal terjadi sampai 7 hari setelah cedera. Pasien irasional atau tidak sadar tergantung tingkat hipoksia. Tanda-tanda cedera pulmonal adalah pernafasan cepat dan sulit, krakles, stridor dan batuk pendek.
2. Manifestasi hematologi
Hematokrit meningkat sekunder kebocoran kapiler dan kehilangan volume plasma di sirkulasi. Menurunnya sel darah putih dan trombosit serta meningkatnya leukosit.
3. Elektrolit
Menurunnya Kalium dan meningkatnya Natrium, Klorida serta BUN.
4. Ginjal
Terjadi peningkatan haluaran urin dan mioglobinuria
5. Metabolik
Terjadi hipermetabolik serta kehilangan berat badan.
Manifestasi Klinis berdasarkan derajat luka
1. Luka bakar derajat I
a) Kemerahan
b) Nyeri dan sensitive terhadap sentuhan
c) Kering
d) Tidak ada lepuh
e) Kerusakan epitel minimal
f) Gatal akibat stimulasi reseptor sensorik
g) Kesemutan
2. Luka bakar dejajat II
a) Nyeri
b) Hiperestesi (hipersensitivitas)
c) Sensitif terhadap udara yang dingin
d) Kulit merah/ eritema (terutama dasarnya)
e) Bengkak, melepuh, bulla
f) Permukaan tampak basah
3. Luka bakar derajat III
a) Tidak terasa nyeri/ hilang sensasi
b) Syok
c) Kemungkinan terjadi hematuri
d) Kemungkinan terjadi hemolisis
e) Kulit pucat
f) Tidak ada bulla
g) Luka kehitaman/ keras, putih seperti lilin
h) Avaskular
F. PENGKAJIAN
Mengkaji Cedera Luka Bakar
Untuk mengkaji keparahan luka bakar, beberapa faktor yang harus diperhatikan :
1. Presentase luas permukaan tubuh (LPT) yang terbakar
Metode Rule Of Nine untuk menentukan presentase luas permukaan tubuh yang mengalami cedera luka bakar
Kepala 9%
Ekstremitas atas kanan 9%
Ekstremitas atas kiri 9%
Ekstremitas bawah kanan 18%
Ekstremitas bawah kiri 18%
Trunkus Anterior 18%
Trunkus Posterior 18%
Perineum 1%
Total 100%
2. Kedalaman luka bakar
KEDALAMAN
JARINGAN YANG TERKENA
Ketebalan – Parsial superfisial
(Derajad I)
Kerusakan Epitel minimal
Ketebalan – Parsial Dangkal
(Derajad II)
Epidermis & minimal epidermis
Ketebalan – Parsial Dermal Dalam
(Derajad II)
Seluruh Epidermis, sebagian epidermis lapisan rambut epidermal, dan kelejar keringat utuh
Ketebalan – Penuh
(Derajad III)
Semua yang diatas dan bagian lemak sub kutan ; dapat mengenai jaringan ikat, otot, tulang.
3. Usia korban
Usia klien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka bakar terjadi pada anak-anak yang berusia kuarang dari 4 tahun, terutama mereka dalam kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia diatas 65 tahun.
4. Riwayat medis
Apakah klien mempunyai penyakit yang dapat melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi misalnya : Diabetus Mellitus, gagal jantung kongestif dan serosis hepatis. Atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan, atau gastrointestinal. Beberapa masalah seperti DM, gagal renal, dapat menjadi akut selama proses kebakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal misal : gagal jantung kongestif, emfisema,maka status pernapasan akan sangat terganggu.
5. Cedera yang bersamaan
Adalah penting untuk memperoleh riwayat yang singkat dari pasien dan memeriksa cedera yang terjadi secara bersamaan. Pasien luka bakar bisanya sadar dan terjaga, sehingga setiap perubahan pada status neurologi biasanya menunjukan gajala lain, seperti anoreksia, cedera kepala, penggunaan obat dan intoksikasi, hipoglikemi atau infark miokard. Luka bakar tidak berdarah oleh karenanya, setiap perdarahan eksternal, menunjukkan laserasi struktur yang lebih dalam. Ekstremitas harus dikaji terhadap fraktur.
F. PENATALAKSANAAN FASE RESUSITATIF
1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan mencegah mencederai diri sendiri. Berikut prosedur emergensi tambahan :
a) Mematikan api
b) Mendinginkan luka bakar
c) Melepaskan benda penghalang
d) Menutup luka bakar
e) Mengirigasi luka bakar kimia.
2. Perawatan di Unit Gawat Darurat
Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera paru ringan, udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong batuk sehingga sekret bisa dikeluarkan dengan penghisapan. Untuk situasi parah pengeluaran sekret dengan penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika edema jalan nafas, intubasi endotrakeal mungkin indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin perlu untuk oksigenasi adekuat.
Kanula Intra Vena dipasang pada vena perifer atau dimulai aliran sentral. Untuk LPTT di atas 20%-30% harus dipasang kateter pengukuran haluaran urine. NGT untuk resiko ileus paralitik dengan LPTT lebih 25%. Untuk cedera inhalasi atau keracunan monoksida diberikan oksigen 100% dilembabkan.
Tanggung jawab keperawatan termasuk pemantauan terhadap cedera inhalasi, pemantauan resusitasi cairan, pengkajian luka bakar, pemantauan tanda-tanda vital, pengumpulan riwayat kesehatan yang akurat dan tindakan kedaruratan.
3. Perawatan di Unit Perawatan Kritis
Resusitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini. Tujuan dari fase perawatan ini adalah untuk :
a). Memperbaiki defisit cairan, elektrolit dan protein.
b). Menggantikan kehilangan cairan berlanjut dan mempertahankan keseimbangan cairan.
c). Mencegah pembentukan edema berlebihan
d). Mempertahankan haluaran urine pada dewasa 30 sampai 70 ml/jam.
Formula untuk penggantian cairan secara umum dilakukan penggantian kehilangan kristaloid ( RL: mendekati komposisi cairan ekstravaskuler, molekulnya besar dapat mengembangkan volume plasma yang bersirkulasi ) dan koloid. Setelah 24 jam pertama penggantian kehilangan air evaporatif dengan dekstrosa/air (5DW) 5% untuk pertahankan natrium 140mEq/L.
Berikut pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar :
a). Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau saline lainnya) : 2-4 ml x kg BB x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b). Rumus Evans
1) Koloid : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar
2) Elektrolit (salin) : 1 ml x kg BBx % luas luka bakar
3) Glukosa (5 % dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibel
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumya; seluruh penggantian cairan insensibel.
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
c). Rumus Brooke Army
4) Koloid : 0,5 ml x kg berat badan x % luka bakar
5) Elektrolit ( larutan ringer laktat ): 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
6) Gukosa 5 % dalam air : 2000ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya; seluruh pengantian cairan insensibel.
Luka bakar derajad dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh.
d). Rumus Parkland/Baxter
Larutan RL : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : bervariasi. Ditambahkan koloid.
e). Larutan salin hipertonik
Larutan pekat natrium klorida ( NaCl ) dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrim per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat, tujuan : meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
G. KOMPLIKASI
1. Sindrom kompartemen
2. ARDS
3. Ileus paralitik
4. Ulkus curling
5. Syok sirkulasi
6. Gagal ginjal akut
7. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
8. Sepsis
9. Adaptasi psikologi yang tidak memadai
10. Hipertrofi jaringan parut
11. Kontraktur
H.
EtiologiPATHWAY LUKA BAKAR
Kontak dengan permukaan kulit
Kerusakan kulit
Kerusakan barier kulit
ä Permeabilitas kapiler
Luka bakar seputar leher & dada
Pemajanan ujung-ujung saraf
Kerusakan respon imun
Perpindahan natrium, air & protein dari intravaskuler ke intersisiil
Edema mukosa, hilang kerja silia, mukus ä
Nyeri
Resiko infeksi
Bersihan jalan nafas tidak efektif
æ vol.darah yg bersirkulasi
Penimbunan cairan di intersisiil
Hipovolemi
æ TD
æ COP
Edema
Perubahan perfusi jaringan
Penekanan serabut-serabut saraf
æ aliran darah ginjal
GGA
æ aliran darah GI
Resiko ileus
Metabolisme anaerobik
Asidosis metabolik
Kerusakan jaringan
Nekrosis jaringan potensial
Perubahan perfusi jaringan
Perubahan fisiologis
2010/03/05
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar